etharingo

Hakuna Matata

Mini Case 5: KM pada Bank Mandiri

December26

Salah satu cara membangun knowledge management (KM) adalah mengintegrasikan ke dalam budaya perusahaan. Bank Mandiri telah membuktikan, implementasi KM yang baik menyatu dengan budaya perusahaan. Di Bank Mandiri ada sebuah penghargaan bergengsi bernama “Mandiri Excellence Awards” (MEA). Penghargaan ini diselenggarakan setiap tahun untuk menjaring unit kerja terbaik di bank tersebut. Tentu saja, mendapat gelar unit kerja terbaik adalah kebanggaan tersendiri bagi insan Bank Mandiri (BM).

“Untuk mendapatkan Mandiri Excellence Awards, setiap unit kerja harus memperoleh nilai 500 poin. Salah satu komponen yang dinilai adalah poin learning culture. Dengan mengumpulkan 250 poin, suatu unit kerja akan mendapat 100 poin untuk kategori learning culture,” jelas Fathulloh, Assitant Vice President Learning Center Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. kepada HC. Dalam penilaian ini, lanjutnya, aspek learning culture atau budaya belajar menjadi faktor penting dalam penilaian MEA.

Menurut Fathulloh, Assitant Vice President Learning Center Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, budaya belajar adalah salah satu aplikasi dari knowledge management (KM). “Kini, knowledge management sudah jadi kebiasaan,” ungkap Fathulloh tentang perkembangan KM di BM. Memang, membangun kebiasaan itu butuh waktu dan proses yang tidak singkat. Ia mengatakan bahwa kesadaran tentang KM di BM sudah dimulai sejak 2005 saat istilah KM belum sepopuler sekarang. Pada 2005, Learning Center BM menyelenggarakan pelatihan (training) knowledge management awareness. “Awalnya kami hanya memperkenalkan. Lalu kami minta satu vendor untuk mengadakan training knowledge management awareness,” kenang Fathulloh yang mengaku bergerak head to head ke kepala departemen untuk menyosialisasikan KM awareness.

Fathulloh memaparkan, Learning Center BM bergerak dari level manajer, tepatnya kepala seksi (section head). “Saya mulai bergerak memberikan training ke mereka memakai time flow yaitu people – business process – cost. Dari situ ide terkumpul dan memunculkan sharing di setiap unit,” jelasnya tentang langkah awal penerapan KM di BM.

Untuk mempermudah kontrolnya, dibangunlah mailing list (milis) di tiap departemen sebagai ajang diskusi. “Milis ini berisi para departemen head yang ikut training. Lewat itu kami munculkan budaya sharing di unit masing-masing,” ungkap Fathulloh. Kegiatan rutin yang dilakukan adalah membagi hasil training di unit kerja masing-masing. “Dalam surat edaran kami tertera bahwa setiap selesai training, mereka harus sharing ke unit masing-masing. Implementasi hasil training adalah membuat program sharing di tiap unit,” ujarnya.

Ada sistem yang dirancang khusus untuk mengukur sejauh mana karyawan belajar. “Orang yang melakukan acquisition kami beri poin,” tegas Fathulloh. Sekadar gambaran, alur sistem yang diterapkan BM untuk penilaian KM berturut-turut adalah: acquisition, storage, distribution, dan implementation. “Acquisition contohnya e-learning, belajar, dan seminar. Storage contohnya menulis dan bikin ide”.

Semakin tinggi proses pembelajaran yang dilakukan karyawan, makin tinggi pula nilainya. “Misalnya, ada pegawai sharing dan masuk ke sistem, dia dapat nilai 5 poin. Ditambah jadi pembicara, dapat nilai 15 poin. Nilai itu diberikan oleh atasannya,” urai Fathulloh seraya mengatakan, semua karyawan BM memiliki nomor ID untuk masuk ke sistem KM. Bila semua aspek terpenuhi hingga mencapai poin 250, maka unit kerja tersebut dianggap memenuhi syarat untuk menjadi finalis MEA. “Unit terbaik harus mencapai poin 500”.

Agar efektif dan efisien, materi sharing harus relevan dengan pekerjaan di unit masing-masing. Walaupun hasil pelatihan tidak langsung memengaruhi performa unit kerja, menurut Fathulloh budaya sharing knowledge memberi pengaruh positif di organisasi. “Sharing knowledge pasca training, biasanya efektif.”

Praktik demi praktik KM yang dijalankan di BM membuat lingkungan kerja mulai berubah. “Dengan adanya sharing semua jadi terbuka satu sama lain”. Agar kegiatan sharing terjadi secara alami dan sukarela, penugasan sharing secara formal pun diminimalisir.

Penerapan KM yang baik setidaknya harus mengandung tiga hal. “Pertama, memiliki tujuan yang jelas atau KM Goal. Kedua, memiliki rencana kerja yang jelas atau KM Plan. Dan, ketiga, memiliki aktivitas yang selaras dengan rencana dan menjabarkan implementasi dari KM Roadmap atau KM Arsitektur (KM Program)” .

“KM di Bank Mandiri sudah selaras dengan budaya perusahaan yaitu Excellence, Professional dan Innovative. Untuk menuju budaya Excellence, Professional dan Innovative tersebut butuh KM. Namun begitu, inti dari KM adalah implementasi.” Bila hal itu dilakukan secara berkesinambungan, tidak mustahil budaya Excellence, Professional, dan Innovative pun tercapai.

reference: http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/pengembangan/1id1551.html

Email will not be published

Website example

Your Comment: